Selasa, 14 Oktober 2008

Dunia Multimedia sebagai Pengetahuan

Siapkah bangsa ini berkiprah di dunia multimedia?

Onno W. Purbo

Jawaban singkatnya – hanya sedikit sekali dari bangsa Indonesia yang siap secara penuh berkiprah di dunia multimedia. Tantangan besarnya adalah bagaimana supaya sebanyak mungkin bangsa ini dapat berkiprah di dunia multimedia.

Terus terangnya saya pribadi masih melihat dunia multimedia, telematika, internet sebetulnya hanyalah alat bantu saja supaya perputaran informasi & pengetahuan menjadi lebih cepat. Saya pikir sebetulnya hanya sesederhana itu aja filosofi dari dunia maya, tidak terlalu rumit. Yang perlu digaris bawahi disini bahwa dalam dunia maya kita bermain dengan perputaran informasi & pengetahuan yang sedemikian cepat. Perputaran yang demikian cepat akan memberikan beberapa konsekuensi logis. Adapun konsekuensi dari perputaran informasi & pengetahuan yang demikian cepat adalah:

1. Player yang akan survive & memenangkan pertempuran adalah orang / institusi yang “smart” / memiliki pengetahuan.
2. Kemenangan akan di tentukan oleh tingkat kepandaian seseorang / institusi & bukan kedekatan orang / institusi tersebut dengan penguasa.
3. KKN menjadi irrelevan bahkan bisa menjatuhkan reputasi seseorang / institusi. Kebersihan yang terbuka & bisa di audit oleh masyarakat akan menjadi parameter reputasi seseorang / institusi.
4. Kekuasaan berada di tangan rakyat – bukan di tangan pemerintah, penguasa, MPR, DPR. Memang agak aneh kedengarannya bagi kita yang berada di era orde baru maupun reformasi karena selama ini rasanya kekuasaan harusnya di tangan rakyat tapi praktek di lapangannya tidak. Rakyat masih harus mengemis ke MPR, DPR dll agar suaranya di dengar. Tidak demikian halnya di infrastruktur informasi yang cepat – society audit menjadi sangat dominan.

Bagi para pemain di dunia informasi kiat apa yang harus di miliki supaya kemungkinan untuk survive & menangnya cukup tinggi? Ada dua (2) hal yang besar yang akan menjadi kunci utama kesuksesan seseorang / sekelompok orang dalam berusaha di dunia maya ini, yaitu:

1. Tingkat pendidikan / kepandaian.
2. Tingkat profesionalitas untuk berkompetisi.

Pada hari ini masih segelintir bangsa Indonesia sebenarnya sudah memiliki ke dua (2) resep utama tersebut. Artinya akan ada beberapa orang Indonesia yang akan survive dalam pertempuran di masa mendatang yang lebih bertumpu pada tingkat pendidikan & profesionalitas – alangkah indah-nya hidup di Indonesia jika semua tenaga kerja bangsa Indonesia mempunyai kemampuan di atas sehingga tidak harus hidup dari tetesan keringat untuk sesuap nasi yang di makannya tapi bisa hidup dari kekuatan pengetahuan yang ada di otak-nya.

Jelas disini bahwa tantangan terbesar yang harus di hadapi adalah memandaikan paling tidak 100 juta bangsa Indonesia yang merupakan work-force bangsa Indonesia saat ini. Sebuah tantangan yang bukan main berat-nya. Pepatah mengatakan:

Jangan memberi ikan. Lebih baik memberikan pancing. Akan lebih baik lagi jika mengajarkan cara membuat pancingnya.

Bagi yang jeli sebetulnya tantangan tersebut dapat menjadikan sebuah opportunity yang bukan kepalang, bayangkan memandaikan 100 juta orang Indonesia – kalau setiap orang bersedia memberikan satu rupiah saja akan ilmu yang dia peroleh; artinya untuk setiap ilmu pengetahuan yang diberikan ke tenaga kerja tersebut sebetulnya akan selalu ada reward yang besar yang akan diterima oleh sumber pengetahuan tadi.

Sayang kebijakan pengembangan SDM yang ada di Indonesia pada hari ini sangat lambat / kurang sekali dalam usaha memberdayakan anak bangsa dalam jumlah yang sangat besar. Kontrol kualitas yang kelewat ketat bahkan kadang di sengaja di perketat dengan adanya Badan Akreditasi, Ujian negara tanpa fasilitasi & insentif untuk meningkatkan kualitas & kuantitas akhirnya menjadi memperlambat & mempersulit pengembangan SDM di Indonesia sendiri. Bahkan seringkali menjadi ajang permainan uang dalam jumlah yang tidak kecil (orde puluhan bahkan ratusan juta rupiah). Sialnya dengan berbagai kebijakan yang ada hanya sebagian kecil saja dari bangsa ini yang dapat menikmati pendidikan & menjadi orang yang terdidik.

Jika melihat berbagai statistik yang ada seperti di www.bps.go.id dll. Angka-nya cukup memprihatinkan sekali hanya 10-20% saja dari lulusan 10.000 SMU & 4000 SMK yang mampu di serap oleh PTN di Indonesia. Sisanya yang masih mempunyai kemampuan keuangan harus berjuang untuk di terima di 1300 PTS yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar harus gigit jari & bekerja dengan tingkat pengetahuan SMU saja. Dari hampir 100 juta tenaga kerja di Indonesia, hanya 2-3 juta tenaga kerja yang berpendidikan tinggi – demikian tidak effisien-nya sistem pendidikan yang dikembangkan di Indonesia sehingga pendidikan tinggi menjadi semacam menara gading dalam dunia pengetahuan Indonesia. Sialnya paling tidak 30%-an dari tenaga kerja kita harus survive tanpa pendidikan SD sama sekali, artinya hidup betul-betul mengandalkan kemampuan otot & sumber daya alam sekitarnya. Kisah sedih akan terus bergulir jika cerita ini diteruskan.

Pemerintah jelas-jelas terlalu memprioritaskan kebijakan-nya pada masalah ekonomi & polkam. Pendekatan yang dilakukan cenderung top-down terutama di bidang polkam pendekatan represif kadang tidak bisa di hindari. Padahal jika kita lihat di ujungnya, sebetulnya itu semua terjadi karena massa kualitas SDM di Indonesia yang kurang baik sedemikian banyak. Wajarlah jika berbagai kekacauan akan sangat mudah terjadi dengan kondisi massa yang tingkat pendidikannya demikian rendah. Berbagai kekacauan akan dapat dengan mudah dikurangi dengan meningkatnya tingkat pendidikan bangsa ini. Negara tidak akan pernah merugi jika harus berkorban untuk memandaikan bangsa-nya. Ketidak adaan finansial / anggaran belanja bukan alasan, karena ada alternatif-alternatif kemitraan dengan dunia usaha untuk memandaikan bangsa ini. Bayangkan kalau berbagai insentif & kebijakan di fokuskan bagi dunia pendidikan, misalnya tax break, tax holiday bagi dunia usaha yang membantu dunia pendidikan, misalnya alokasi resource yang ada di negara ini (misalnya alokasi frekuensi dll) untuk memandaikan orang Indonesia. Saya masih percaya bahwa kehidupan di Indonesia akan menjadi ceria dengan meningkatnya tingkat pendidikan bangsa ini.

Pengalaman pribadi penulis mengatakan bahwa menyebarkan ilmu pengetahuan bahkan tanpa dikenakan harga sekalipun akan memperoleh reward yang bukan main. Tuhan ternyata memang sangat adil & tidak pernah melakukan kesalahan dalam melakukan perhitungan. Penggunakan copyleft & menyebarkan ilmu pengetahuan secara cuma-cuma tidak akan merugikan sama sekali bagi si “sumber” pengetahuan yang melepaskan pengetahuan tersebut secara gratis. Bahkan reward yang sangat besar ternyata datang dari berbagai pihak yang kadang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Secara filosofis sebetulnya manusia tidak memiliki pengetahuan apapun karena pengetahuan sebetulnya hanya dimiliki oleh Allah (QS Al Alaq 1-5).

Tidak ada komentar: